Untuk
Kesekian Kali Aku Menipu Tuhan
******
“Maka
yang terpenting adalah bukan membalik hati kita, tapi bagaimana tetap bertahan
dalam balikan kebaikan, itulah prestasi.”
******
“Ya Allaaaaaaah…, Maafkan aku yang sudah ingkar janji kepada-Mu, maafkan
aku yang sudah kesekian kali mengkhianati sumpah suciku kepada-Mu, maafkan aku
yang sudah ke-sekan-kali menipu-Mu ya Allaaaaah. Kuserahkan semuanya hanya
kepada-Mu.” Isak Yusuf al-Rijly.
_____________________________________________________________________________
Berbolak-balik adalah sifat
muthlak dari suatu organ yang biasa kita sebut hati. Hati, ya hatilah yang selama ini kita sebut
sebagai sumber atas setiap gerak dan rasa, pun ternyata berbolak-balik. Bahasa sekarangnya
barangkali kita menyebutnya dinamis, bergerak dan berubah-ubah, kadang baik
kadang juga buruk, kadang sedih, kadang juga bahagia. Maka yang terpenting
adalah bukan membalik hati kita, tapi bagaimana tetap bertahan dalam balikan
kebaikan, itulah prestasi. Itulah sebabnya mengapa Rasul saw mengajarkan kita
do’a “Allahumma Ya Muqollibal Qulub, Tsabbit Qolbii ‘Ala Dinik”, Ya
Allah yang Maha Membolak-balikkan hati, kokohkanlah hati kami atas agama-Mu.
Sebentar lagi kita akan menyimak aduan dan
ungkapan rasa yang dilakukan oleh Yusuf al-Rijly[2],
rasa dan kegelisahannya karena sudah beberapa kali menipu Tuhannya. Semua rasa
ini ia tumpahkan karena tamparan kesadarannya yang kembali hadir setelah
beberapa waktu redup, sirna, bahkan. Iapun terus mengadu dalam sepi dan sunyi,
tak lagi dia hiraukan sekelilingnya, mengadu dan mengadu.
“Ya
Allah,
Beberapa
kali kurasakan kekerdilanku di tengah ke maha-besaran-Mu. Tatkala di kehingan
malam aku bersujud mensyukuri dan menghitung-hitung nikmat yang Engkau
anugerahkan padaku sepanjang hari tadi: kesulitan yang engkau mudahkan; nama
yang engkau tinggikan; aib yang engkau tutupkan; jantung yang kau detakkan;
darah yang kau alirkan; ingatan yang kau tajamkan; rezeki, keluarga, dan
sahabat yang kau karuniakan; berbagai peluang dan kesempatan yang Engkau
bukakan; keberanian yang engkau limpahkan; dan nikmat iman yang engkau berikan
padaku. Begitu banyak yang harus saya syukuri, sepanjang malam pun aku bersujud
tak kuasa aku untuk mengurai semuanya.
Ya Allah,
Beberapa kali
kurasakan betapa hinanya aku di hadapan ke-maha-mulian-Mu.
Ketika di
keheningan malam dengan kerendahan hati aku tulus bertobat dan
menghitung-hitung kesalahan yang aku lakukan sepanjang hari tadi. Sholat yang
belum sepenuhnya khusu’; tadarusan yang belum tartil; sedekah yang belum
seberapa; amalan yang masih terbatas; penghormatan pada tamu yang belum
memadai; ibadah yang masih sering disertai riya; didikan pada keluarga dan
turunanku yang belum sempurna; pengabdian pada bangsa yang belum sepenuh hati;
begitu banyak yang harus aku mohonkan ampun kepada-Mu, seluruh malampun aku
menengadah tak cukup untuk aku menyatakan semuanya.
Ya Allah,
Di malam-malam
hening saya mohon agar; di dalam sujud syukurku engkau sudi menambahkan getaran
kasih sayang-Mu padaku. Di dalam panjatan doa permohonan amapunanku pada-Mu,
sengkau sudi membuka pintu maaf-Mu bagiku.
Ya Allah,
Jangan
lewatkan satu malam pun dari malam-malam suciku tanpa kau bombing aku bersimpuh
di atas sajadah mensyukuri nikmat-Mu, mengharpkan ampunan-Mu, dan memohon
bimbingan-Mu.
Ya Allah,
Tautkan sukmaku
dengan cinta-Mu. Hanya dengan itu ya Allah saya berharap tidak satu langkahpun
yang kuambil di luar bimbingan cahaya-Mu.”[3]
Suara Yusuf al-Rijly terhenti, wajahnya sudah
basah oleh air mata penyesalan dan penghinaan diri di hadapan Tuhannya. Matanya
berkaca-kaca dengan wajah penuh guratan kesedihan, nampaknya ia sedang
mengingat kembali masa-masa romantic yang pernah ia jalani dengan Tuhannya. Ia mengingat
kembali janji-janji suci yang dulu pernah ia ikrarkan, ia pun kembali mengingat
sumpahnya pada Tuhannya yang dulu pernah ia tanam dalam-dalam dalam hatinya,
entah apa yang dirasakan, yusuf kembali merengek dengan suara lebih tinggi dari
sebelumnya.
“Ya
Allaaaaaaah…,
Maafkan aku
yang sudah ingkar janji kepada-Mu, maafkan aku yang sudah kesekian kali mengkhianati
sumpah suciku kepada-Mu, maafkan aku yang sudah ke-sekan-kali menipu-Mu ya
Allaaaaah. Kuserahkan semuanya hanya kepada-Mu.” Isak Yusuf
al-Rijly.
Malam itu penuh isakan tangis yusuf, tangis
penyesalan, tangis kesadaran, tangis taubat, tangis cinta, tangis sang pencari
Tuhan. Menangis, menangis karena Takut akan Allah swt, menagis karena mengingat
dosa dan maksiat yang ia lakukan, menangis karena janji dan sumpah kepada Allah
yang ia ingkari, menangislah, menagislah Yusuf al-Rijly.
Ya, berbahagialah mereka yang mampu menangis
di hadapan Allah swt, berbahagialah mereka yang mampu mengungkapkan cinta
mereka dengan air mata di hadapan Allah swt. Hingga dalam sebuah riwayat
disebutkan, mata yang menangis karena takut atas Allah swt tidak akan di sentuh
oleh api Neraka.
Wallahua’lam!
0 komentar:
Posting Komentar