MAKALAH
“TAUHID”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliyah
Aqidah Akhlak
Oleh:
Multazam
Dita
Dosen
Pengampu:
Sahniar
Saragi, M.Pd.I
SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI
PRODI MANAGMEN PERBANKAN SYARI’AH
BOJONG SARI, SAWANGAN- DEPOK
KATA
PENGANTAR
Tauhid
adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena
tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukan. Hanya amal yang
dilandasi dengan tauhidullah, menurut tuntunan Islam, yang akan menghantarkan
manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat
nanti.
Allah
Ta’ala berfirman dalam Al-Quran surat An Nahl ayat 97 “Barang siapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl : 97)
Tauhid
bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah
Allah, bukan sekedar mengetahui bukti bukti rasional tentang kebenaran wujud
(keberadaan) Nya, dan wahdaniyah (keesaan) Nya, dan bukan pula sekedar mengenal
Asma’ dan SifatNya.
Iblis
mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah, bahkan mengakui keesaan dan
kemahakuasaan Allah dengan meminta kepada Allah melalui Asma’ dan SifatNya.
Kaum jahiliyah kuno yang dihadapi Rasulullah, juga meyakini bahwa Tuhan
Pencipta, Pengatur, Pemelihara dan Penguasa alam semesta ini adalah Allah.
Namun, kepercayaan dan keyakinan mereka itu belumlah menjadikan mereka sebagai
makhluk yang berpredikat muslim, yang beriman kepada Allah.
Dari sini timbullah
pertanyaan : “Apakah hakekat tauhid itu ?” Tauhid adalah pemurnian ibadah
kepada Allah. Maksudnya yaitu menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni
dan konsekwen dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala
laranganNya, dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepadaNya.
Untuk inilah sebenarnya
manusia diciptakan Allah, dan sesungguhnya misi para Rasul adalah untuk
menegakkan tauhid dalam pengertian tersebut di atas, mulai dari Rasul pertama
sampai Rasul terahir, yaitu Nabi Muhammad.
Makalah ini dibuat bukan
hanya untuk melengkapi tugas mata kuliah Aqidah Akhlak, tapi juga diharapkan
bisa sebagai pedoman untuk mengetahui hakekat tauhid dan kemudian menjadikannya
sebagai pegangan hidup.
Semoga Makalah ini
bermanfaat bagi kita dalam usaha mewujudkan ibadah kepada Allah dengan
semurni-murninya. Hanya kepada Allah kita menghambakan diri, dan hanya
kepadaNya kita memohon pertolongan. Semoga sholawat dan salam senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya. Amin.
Depok,
12 September 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….
|
i
|
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..
|
iii
|
BAB I PENDAHULUAN
|
|
1.1. Latar Belakang Masalah…………………………………………………
|
1
|
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………
|
1
|
BAB II PEMBAHASAN
|
|
2.1. Definisi…………………………………………………………………..
|
3
|
2.2. Pembagian Tauhid……………………………………………………….
|
3
|
2.3. Hakikat dan Inti Tauhid…………………………………………………
|
8
|
2.4. Keterkaitan Tauhid Uluhiyah dengan Tauhid
Rububiyah……………..
|
8
|
2.5. Keutamaan Tauhid……………………………………………………….
|
9
|
2.6. Balasan Ahli Tauhid……………………………………………………..
|
10
|
2.7. Dampak Tauhid Pada Prilaku……………………………………………
|
10
|
2.8. Yang Membatalkan Tauhid………………………………………………
|
11
|
BAB III PENUTUP
|
|
3.1. Kesimpulan……………………………………………………………….
|
17
|
3.2. Saran……………………………………………………………………..
|
17
|
DAFTAR PUSTAKA
|
|
|
|
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah
Banyak dari umat Islam hanya
mengenal agama Islam dengan hanya yakin dan percaya bahwa Allah SWT adalah
Tuhannya. Mereka tidak mengenal secara luas tentang Tauhid dan bagaimana cara
mengesakan Allah SWT, sehingga mereka hanya yakin dan percaya dengan Islam
tanpa adanya Ibadah dan pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.
Renungkanlah QS. Al Ikhlash
ayat 1 s.d. 4, “(1) Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa (2) Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu (3) Dia tiada beranak
dan tidak pula diperanakkan (4) dan tidak ada seorangpun yang setara dengan
Dia.” (QS. Al Ikhlash : 1-4)
Firman Allah dalam QS. Adz
Dzaariyaat ayat 56 “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS.
Adz Dzaariyaat : 56)
Bila kita cermati ayat-ayat
Al-Quran di atas, sangatlah jelas bahwa Allah adalah satu dan kita wajib
beribadah kepada Allah SWT serta janganlah menyutukanNya dengan apapun.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis
akan membahas masalah Tauhid dalam Islam yaitu sebagai berikut :
1. Pengertian Tauhid
2. Pembagian Tauhid 3. Hakekat dan Inti Tauhid 4. Yang Membatalkan Tauhid 5. Korelasi Tauhid dengan Ikhlas Beribadah 6. Balasan Ahli Tauhid 7. Keagungan Kalimat Tauhid 8. Kesempurnaan Tauhid
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Tauhid secara etimologi
berasal dari bahasa arab, yaitu wahhada-yuwahhidu- tauhidan yang artinya
pengesaan. Adapun secara istilah, tauhid bermakna meyakini bahwa Allah SWT
adalah Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah
(ibadah), Asma` dan Sifat-Nya.
2.2. Pembagian Tauhid
Dari definisi diatas kita dapatkan bahwa mentauhidkan Allah
itu meliputi tiga hal yang merupakan kekhususan / keistimewaan bagi Allah,
yaitu:
- Tauhid Rububiyyah
- Tauhid Uluhiyyah
- Tauhid Asma’ Wa Shifat
Ketiga macam tauhid ini terkumpul dalam firman Allah yang
artinya
“Robb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada
diantara keduanya, maka sembahlah dia dan teguh hatilah dalam beribadat
kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (Allah yang
patut disembah)?”
[QS. Maryam: 65].
Adapun perincian ketiga macam tauhid tersebut adalah sebagai
berikut:
2.2.a. Tauhid Rububiyyah
Yaitu menyendirikan / mengesakan Allah dalam hal
perbuatan-perbuatan-Nya, seperti menciptakan, menguasai, mengatur, dan yang
lainnya dari perbuatan-perbuatan Allah yang tidak ada sekutu dan tandingan bagi
Allah dalam hal tersebut. Maka makna menyendirikan/mengesakan Allah dalam hal
penciptaan yaitu seseorang meyakini bahwasanya tidak ada pencipta selain Allah.
Allah berfirman yang artinya :
“Ingatlah (ketahuilah) menciptakan dan memerintah hanyalah
hak Allah.”
[QS. Al-A'raaf: 54].
Dan dalam ayat lain Allah berfirman:
“Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki
kepada kalian dari langit dan bumi?”
[QS. Faathir: 3].
Sedangkan penetapan adanya pencipta selain Allah seperti
dalam firman-Nya:
“Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik (diantara
para pencipta).”
[QS. Al-Mu'minuun: 14].
Maka itu bukanlah penciptaan yang hakiki, yakni bukan
mengadakan sesuatu setelah tidak ada, tetapi penciptaan dalam bentuk merubah
sesuatu dari satu keadaan ke keadaan yang lain, dan itupun tidak sempurna
mencakup segala sesuatu, tetapi terbatas pada apa yang dimampui oleh manusia,
terbatas pada ruang lingkup yang sempit.
Adapun makna menyendirikan/mengesakan Allah dalam hal
penguasaan (pemilikan)-Nya, yaitu kita meyakini bahwa tidak ada yang menguasai
(memiliki) seluruh makhluk kecuali penciptanya (yakni Allah).
Sebagaimana dalam firman-Nya ‘Azza wa Jalla:
“Dan hanya milik Allah-lah kerajaan (kekuasaan) langit dan
bumi.”
[QS. Ali 'Imran: 189].
Dan juga firman-Nya :
Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya ada kekuasaan atas
segala sesuatu?”
[QS. Al-Mu'minuun: 88]
Sedangkan penetapan adanya kekuasaan/kepemilikan bagi selain
Allah seperti dalam firman-Nya :
“kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka
miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.”
[QS. Al-Mu'minuun: 6].
Dan seperti dalam firman-Nya :
“atau di rumah kalian yang kalian miliki kuncinya”
[QS. An-Nuur: 61].
Maka itu semua adalah kekuasaan/kepemilikan yang terbatas,
tidak meliputi kecuali sedikit dari makhluk-makhluk. Jadi seseorang hanya
memiliki apa yang ada di tangannya dan tidak memiliki apa yang ada di tangan
orang lain. Dan juga dari sisi sifatnya, kekuasaan/ kepemilikan tersebut
bersifat terbatas, karena seseorang tidaklah memiliki apa yang ada padanya
secara sempurna, sehingga dia tidaklah bebas mengaturnya kecuali atas dasar apa
yang diijinkan oleh syari’at. Sebagai contoh misalnya: kalau seseorang hendak
membakar hartanya, atau menyiksa hewan piaraannya, maka kita katakan kepadanya:
tidak boleh. Sedangkan Allah, maka kekuasaan/kepemilikan-Nya meliputi segala
sesuatu (yang Dia ciptakan) secara sempurna.
Adapun makna menyendirikan/mengesakan Allah dalam hal
pengaturan-Nya, yaitu seseorang meyakini bahwa tidak ada yang mengatur kecuali
Allah saja, sebagaimana dalam firman-Nya :
Katakanlah: “siapakah yang memberi rezki kepada kalian dari
langit dan bumi, atau siapakah yang menguasai pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati
dari yang hidup, dansiapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan
menjawab: “Allah”. Maka katakanlah: “Mengapa kalian tidak bertakwa
(kepada-Nya)? Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Robb kalian sebenarnya;
maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah
kalian dipalingkan (dari kebenaran)?”
[QS. Yunus: 31-32].
Sedangkan pengaturan manusia, maka hanya terbatas pada apa
yang ada di tangannya, dan juga terbatas pada apa yang diijinkan oleh syari’at
dari apa yang ada di tangannya.
Dan tauhid rububiyyah ini tidak disangkal dan ditentang oleh
orang-orang musyrikin – terdahulu -yang mana Råsulullåh shållallåhu ‘alaihi wa
sallam diutus di tengah-tengah mereka, bahkan mereka mengakuinya,
Allah berfirman:
Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: “siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka akan menjawab: “Semuanya
diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”.
[QS. Az-Zukhruf:9].
Maka mereka mengakui bahwa Allah adalah yang mengatur segala
urusan, dan bahwa Dia-lah yang ditangan-Nya ada kekuasaan langit dan bumi.
Akan tetapi pengakuan mereka akan rububiyyah Allah tidak memasukkan mereka ke
dalam Islam, kecuali bila mengakui dua macam tauhid yang lainnya. Karena
ketiga macam tauhid tersebut adalah satu kesatuan yang tidak bisa
dipisah-pisahkan, siapa saja yang tidak mengakui salah satu diantaranya maka
belumlah benar keislamannya.
2.2.b. Tauhid Uluhiyyah
Yaitu menyendirikan/mengesakan Allah dalam ibadah, dan
disebut juga “tauhid ubudiyyah”. Maka yang berhak untuk diibadahi adalah Allah,
sebagaimana dalam firman-Nya:
“Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah yang hak
(untuk disembah dengan benar), dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru
selain Allah itulah yang batil.”
[QS. Luqman: 30].
Adapun ibadah itu sendiri mengandung dua pengertian:
Pertama: Beribadah yang berarti menundukkan/menghinakan diri kepada
Allah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya,
dengan penuh rasa cinta dan pengagungan kepada-Nya.
Kedua: Jenis ibadah, yang maknanya adalah seperti yang dikatakan
oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah, yaitu: “Semua apa yang dicintai dan diridhoi
oleh Allah, daripada perkataan maupun perbuatan, yang lahir maupun yang batin”.
Dan menyendirikan/mengesakan Allah dalam tauhid uluhiyyah ini
mengharuskan seseorang menjadi hamba yang beribadah kepada Allah semata, yang
tunduk hanya kepada-Nya, dengan rasa cinta dan pengagungan kepada-Nya, serta
beribadah menurut syari’at yang telah Allah gariskan.
Allah berfirman:
“Janganlah kamu adakan sesembahan yang lain disamping Allah,
agar kamu tidak menjadi tercela dan terhina.”
[QS. Al-Israa': 22].
Dan Allah berfirman:
“Wahai manusia, sembahlah Allah yang telah menciptakan kalian
dan orang-orang sebelum kalian”.
[QS.Al-Baqarah: 21].
Maka yang bersendiri dalam hal penciptaan, dialah yang berhak
untuk diibadahi dan disembah, yaitu Allah.
Dan tauhid uluhiyyah inilah yang diingkari dan ditentang oleh
hampir kebanyakan manusia, diantaranya orang-orang musyrikin dahulu -, oleh
karena itu Allah mengutus para rasul-Nya, dan menurunkan kitab-kitab-Nya kepada
mereka.
Allah berfirman:
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu,
melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang hak)
melainkan Aku, maka sembahlah oleh kalian akan Aku.”
[QS.Al-Anbiya': 25].
2.2.c. Tauhid Asma’ Wa Sifat
Yaitu menyendirikan/mengesakan Allah dalam apa yang Allah
miliki dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dan dalam hal ini terkandung dua perkara:
Pertama: Al-Itsbat (penetapan), yakni kita menetapkan semua nama dan
sifat bagi Allah, dari apa yang telah Allah tetapkan sendiri dalam kitab-Nya
atau apa yang ditetapkan Rasul-Nya dalam sunnahnya.
Kedua: Nafyul Mumatsalah (meniadakan penyerupaan/penyamaan), yakni
bahwa kita tidak menyamakan/menyerupakan Allah dengan selain-Nya dalam
nama-nama dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana yang Allah firmankan:
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (Allah), dan
Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
[QS. Asy-Syuura: 11].
Maka ayat tersebut menunjukkan bahwa semua sifat-sifat-Nya
tidak ada satupun dari para makhluk-Nya yang menyerupainya/menyamainya. Dan
tauhid asma’ wa sifat inilah yang sebagian umat Islam tersesat di dalamnya dan
tercerai berai menjadi banyak golongan.
Maka diantara mereka ada yang mengikuti jalur ta’thil
(menolak/meniadakan), yakni meniadakan sifat-sifat Allah, baik sebagian maupun
keseluruhan, yang mereka mengira bahwa mereka mensucikan Allah (dari
kekurangan) dengan hal tersebut.
Dan diantara mereka ada yang mengikuti jalur tamtsil
(menyamakan/menyerupakan), yakni menyamakan atau menyerupakan sifat-sifat Allah
dengan sifat-sifat makhluk-Nya, dan mereka mengira bahwa diri merka mengetahui
hakekat apa yang Allah tetapkan dari sifat-sifat-Nya.
Dan ada pula yang mengikuti jalur tahrif
(menyimpangkan/mengalihkan), yakni
menyimpangkan/mengalihkan makna sifat-sifat Allah dari makna asalnya “Istiwa’ itu diketahui maknanya (dalam bahasa arab), adapun ketentuan hakekatnya tidak dikethui, sedangkan mengimaninya wajib, dan bertanya tentang – ketentuan hakekat – nya adalah bid’ah.”
Adapun ahlus sunnah wal jama’ah, maka mereka mengimani dan
menetapkan semua apa yang telah Allah tetapkan sendiri di dalam kitab-Nya
daripada nama-nama dan sifat-sifat-Nya, dan yang telah ditetapkan oleh
Rasul-Nya dalam sunnahnya, dengan tanpa tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil.
Dan tidak ada tempat bagi akal untuk menetapkan suatu nama atau sifat
sebagaimana yang dilakukan oleh banyak dari golongan-golongan sesat, yang
karena penggunaan akal dalam hal ini itulah yang menyebabkan mereka tersesat.
2.3. Hakekat dan Inti Tauhid
Hakekat dan inti tauhid
adalah agar manusia memandang bahwa semua perkara berasal dari Allah SWT,
dan pandangan ini membuatnya tidak menoleh kepada selainNya SWT tanpa
sebab atau perantara. Seseorang melihat yang baik dan buruk, yang berguna
dan yang berbahaya dan semisalnya, semuanya berasal dariNya SWT.
Seseorang menyembahNya dengan ibadah yang mengesakanNya dengan ibadah itu dan
tidak menyembah kepada yang lain.
2.4. Ketergantungan Tauhid
Rububiyah dengan Tauhid Uluhiyah
Seseorang hanya boleh
tawakkal kepada Allah SWT semata, tidak memohon kepada makhluk serta
tidak memperdulikan celaan mereka. Ia ridha kepada Allah SWT, mencintaiNya dan
tunduk kepada hukumNya.
Tauhid Rububiyah diakui
manusia dengan naluri fitrahnya dan pemikirannya terhadap alam semesta. Tetapi
sekedar mengakui saja tidaklah cukup untuk beriman kepada Allah SWT dan selamat
dari siksa. Sungguh iblis telah mengakuinya, juga orang-orang musyrik, namun
tidak ada gunanya bagi mereka. Karena mereka tidak mengakui tauhid ibadah
kepada Allah SWT semata.
Siapa yang mengakui Tauhid
Rububiyah saja, niscaya dia bukanlah seorang yang bertauhid dan bukan pula
seorang muslim, serta tidak dihormati/diharamkan darah dan hartanya sampai dia
mengakui dan menjalankan Tauhid Uluhiyah. Sehingga dia bersaksi bahwa tidak
Ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah SWT semata, tidak ada
sekutu bagiNya. Dan dia mengakui hanya Allah SWT saja yang berhak disembah,
bukan yang lainnya. dan konsekuensinya adalah hanya beribadah kepada Allah SWT
saja, tidak ada sekutu bagiNya.
Tauhid Uluhiyah dan
Rububiyah memiliki ketergantungan satu sama lain:
2.4.a. Tauhid Rububiyah mengharuskan kepada Tauhid Uluhiyah. Siapa yang
mengakui bahwa Allah SWT Maha Esa, Dia lah Rabb, Pencipta, Yang Memiliki, dan
yang memberi rizki niscaya mengharuskan dia mengakui bahwa tidak ada yang
berhak disembah selain Allah SWT. Maka dia tidak boleh berdoa melainkan hanya
kepada Allah SWT, tidak meminta tolong kecuali kepadaNya, tidak bertawakkal
kecuali kepadaNya. Dia tidak memalingkan sesuatu dari jenis ibadah kecuali
hanya kepada Allah SWT semata, bukan kepada yang lainnya. Tauhid uluhiyah
mengharuskan bagi tauhid rububiyah agar setiap orang hanya menyembah Allah SWT
saja, tidak menyekutukan sesuatu dengannya. Dia harus meyakini bahwa Allah SWT
adalah Rabb-Nya, Penciptanya, dan pemiliknya.
2.4.b. Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah terkadang disebutkan secara
bersama-sama, akan tetapi keduanya mempunyai pengertian berbeda. Makna Rabb
adalah yang memiliki dan yang mengatur dan sedangkan makna ilah adalah yang
disembah dengan sebenarnya, yang berhak untuk disembah, dan tidak ada sekutu
bagi-Nya. Seperti firman Allah SWT “Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan
(yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia.
Dan
terkadang keduanya disebutkan secara terpisah, maka keduanya mempunyai
pengertian yang sama, seperti firman Allah SWT “Katakanlah: “Apakah aku akan
mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan
tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya
sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian
kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu
perselisihkan.” (QS. An-An’aam:164)
2.5. Keutamaan
Tauhid
2.5.a. Firman Allah SWT “Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.(Al-An’aam:
82)
2.5.b. Dari ‘Ubadah bin ash-Shamit r.a, bahwasanya Nabi SAW bersabda,
“Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Allah
SWT. Tiada sekutu bagi-Nya. Dan sesungguhnya Muhammad SAW adalah hamba dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Isa adalah hamba dan Rasul-Nya, serta kalimah-Nya yang
diberikan-Nya kepada Maryam dan Ruh dari-Nya. Dan (siapa yang bersaksi dan
meyakini bahwa) surga adalah benar, neraka adalah benar, niscaya Allah SWT
memasukkannya ke dalam surga berdasarkan amal yang telah ada”. Muttafaqun
‘alaih.
2.5.c. Dari Anas bin Malik r.a, ia berkata, “Saya
mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Allah SWT berfirman, ‘Wahai keturunan Adam,
selama kamu berdoa dan mengharap kepada-Ku, niscaya Kuampuni semua dosa kalian
dan Aku tidak perduli (sebanyak apapun dosanya). Wahai keturunan Adam, jika
dosamu telah sama ke atas langit, kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku,
niscaya Kuampuni dan Aku tidak perduli (sebanyak apapun dosamu). Wahai
keturunan Adam, jika engkau datang kepadanya dengan kesalahan sepenuh bumi,
kemudian engkau datang menemui-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan sesuatupun
dengan-Ku, niscaya Aku datang kepadamu dengan ampunan sepenuhnya (bumi).” HR.
at-Tirmidzi.
2.6. Balasan
Ahli Tauhid
“Dan sampaikanlah berita
gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka
disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka
diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : “Inilah
yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang
serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka
kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 25)
Dari Jabir r.a, ia berkata,
“Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah,
apakah dua perkara yang bisa dipastikan?’ Beliau menjawab, ‘Siapa yang
meninggal dunia dan keadaan tidak menyekutukan sesuatupun dengan Allah SWT
niscaya dia masuk dan siapa yang meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan
sesuatu dengan Allah SWT, niscaya dia masuk neraka.” HR. Muslim.
2.7. Dampak Tauhid Pada
Prilaku
Tauhid (keesaan Tuhan) diterangkan dengan ringkas dalam
ayat berikut ini: Katakan, "Dia-lah Tuhan Yang Esa. Tuhan yangAbadi,
Penyebab tak Bersebab dari Segala Keberadaan
(al-shamad). Dia tiada beranak dan tiada pula Dia diperanakkan;
dan tidak ada apa pun yang dapat dibandingkan
dengan-Nya, (QS Al-Ikhlash
[112]: 1-4).
Keesaan
Tuhan adalah konsep sentral dalam akidah Islam. Manusia yang meyakini keesaan
Tuhan tidak akan merasa takut atau bergantung pada apa pun selain Allah; dia
adalah manusia yang percaya diri, sekaligus rendah hati. Percaya diri karena
dia yakin bahwa hanya Allah-lah Yang Mahabesar, sedangkan selain Dia semuanya
kecil belaka, sama seperti dirinya. Rendah hati karena, kalau pun dia memiliki
harta, kuasa, kepandaian, kecantikan atau ketampanan, akhlak mulia, dan
lain-lain, dia sadar bahwa semua itu pada hakikatnya merupakan anugerah Allah semata. Sebab, Allah-lah pemilik
sejati segalanya, termasuk pemilik dirinya sendiri. Jika Sang Maha Esa memberi,
tiada yang sanggup menghalangi. Jika Sang Maha Esa menghalangi, tiada yang
sanggup memberi. (QS [35]: 2)
Manusia
yang bertauhid tidak terlalu terpengaruh dengan perubahan-perubahan duniawi
yang sifatnya fana, relatif, dan sementara ini. Sebab, dia bergantung
sepenuhnya pada Yang Mahamutlak. Dia yakin bahwa semua berasal dari Yang Maha
Esa dan pada akhirnya akan kembali kepada-Nya (QS [2]: 156). Jika terkena
musibah, dia menerimanya dengan sabar tanpa larut dalam kesedihan. Jika
mendapat anugerah, dia menikmatinya dengan penuh syukur tanpa terjebak dalam
kesombongan. Karena segala hal dikembalikan pada Yang Maha Esa, segenap
kehidupannya susah atau senang dijalani dengan ringan dan lapang (QS [57]:
22-23).
Manusia yang bertauhid juga dengan sendirinya
akan berakhlak baik dan menebar manfaat pada sesama. Sebab, akhlak menjadi
ukuran baik-buruknya keimanan seseorang kepada Allah Yang Maha Esa itu.
Perhatikan sabda-sabda Muhammad berikut,
"Orang Mukmin yang paling sempurna imannya ialah
yang terbaik akhlaknya. Dan, sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap istrinya" (HR Tirmidzi). "Barang siapa yang
memudahkan kesulitan saudaranya, niscaya Allah akan memudahkan
jalannya kesurga" (HR
Muslim). "Yang terbaik di antaramu
adalah yang paling bermanfaat bagi manusia" (HR Thabrani).
2.8. Yang Membatalkan Tauhid
Ada beberapa hal yang membatalkan dan merusak tauhid, sebagaimana
yang disebutkan oleh para ulama agar kita dapat menghindarinya, diantaranya
adalah:
1. Memakai kalung atau benang (yang diikatkan di leher atau di tangan) dari apapun jenisnya, seperti kuningan , besi ataupun kulit dengan maksud mengangkat(menghilangkan) dan menolak bencana karena hal ini termasuk perbuatan syirik. 2. Menggunakan Ruqyah Bid'ah (pengobatan dengan membaca mantra) dan Tamimah (jimat). Ruqyah bid'ah yang dimaksud adalah yang mengandung coretan-coretan, gambar-gambar dan perkataan-perkataan yang tidak dimengerti serta meminta pertolongan kepada jin dalam mendeteksi suatu penyakit atau melepaskan diri dari sihir. Sedang yang dimaksud dengan Tamimah adalah apa-apa yang dikalungkan pada manusia atau hewan yang terbuat dari benang atau ikatan lainnya, baik yang tertulis dengan ucapan bid'ah yang tidak bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah, ataupun yang bersumber dari keduanya-berdasarkan pendapat yang rajih (kuat)- karena ini termasuk hal yang melahirkan perbuatan syirik. Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Ruqyah-yang mengandung syirik-, Tamimah, dan Tiwalah (sesuatu yang dibuat agar suami mencintai istrinya atau sebaliknya) adalah perbuatan syirik" [H.R Ahmad dan Abu Daud]. Termasuk perbuatan ini adalah menggantungkan selembar kertas, sepotong logam kuningan atau besi di dalam mobil yang diatasnya tertulis 'Lafdhul Jalala' (Allah) atau ayat kursyi atau meletakkan mushaf Al-Qur'an di dalam mobil dengan keyakinan bahwa itu semua dapat menjaga dan mencegahnya dari kejelekan seperti mata yang mengandung sihir dan sejenisnya. Termasuk pula memasang sepotong kertas atau logam yang berbentuk telapak tangan atau terdapat gambar mata. Tidak boleh memasang itu semua dengan keyakinan dapat mencegah dari pandangan mata yang mengandung sihir. Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang menggantungkan dirinya pada sesuatu maka Allah akan membuatnya tetap bergantung padanya" [H.R Ahmad, Tirmidzi dan Hakim] 3. Termasuk diantara yang membatalkan tauhid adalah mencari berkah pada orang-orang tertentu dengan menyentuh dan meminta berkahnya, atau mencari berkah pada pohon-pohon, batu-batu dan lain-lain, bahkan kepada Ka'bahpun tidak boleh disentuh dengan tujuan mencari dan mengambil berkahnya, Umar ra ketika mencium Hajar Aswad berkata: Sesungguhnya saya tahu bahwa kamu adalah batu yang tidak mendatangkan mudharat dan manfaat, seandainya saya tidak melihat Rasulullah saw menciummu, saya tidak akan menciummu. 4. Diantara yang membatalkan tauhid adalah menyembelih hewan bukan karena Allah, seperti untuk para wali, setan-setan, jin dengan tujuan mengambil manfaat dan mencegah kejahatan mereka, perbuatan ini termasuk syirik paling besar. Dan sebagaimana kita dilarang menyembelih untuk selain Allah, maka kitapun dilarang meyembelih pada tempat-tempat penyembelihan yang biasa digunakan menyembelih hewan untuk selain Allah, walaupun orang tersebut menyembelih dengan niat untuk Allah swt, dengan maksud mencegah seseorang terperosok ke dalam perbuatan syirik. 5. Termasuk pula, bernadzar untuk selain Allah, karena nadzar itu adalah ibadah yang tidak boleh ditujukan kepada selain Allah swt 6. Termasuk diantaranya adalah meminta pertolongan dan perlindungan kepada selain Allah swt. Rasulullah saw bersabda kepada Ibnu Abbas ra: Bila engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah dan bila engkau memohon sesuatu, maka mohonlah kepada Allah. Oleh karena itu kita dilarang memohon kepada Jin. 7. Diantara yang menafikan (membatalkan) tauhid adalah sifat Ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap para wali dan orang-orang shaleh dan mengangkat mereka melebihi kedudukannya, yaitu dengan berlebih-lebihan dalam memuliakan atau mengangkat mereka sederajat dengan kedudukan para rasul, atau menganggap mereka sebagai orang-orang yang ma'sum (terbebas dari dosa) 8. Diantara yang merusak tauhid adalah thawaf di (sekeliling) kuburan, ini termasuk perbuatan syirik. Kita dilarang shalat di kuburan karena dapat menggiring seseorang kepada perbuatan syirik, maka bagaimana pula kita shalat dan beribadah kepadanya? Na'udzu billah. 9. Untuk menjaga tauhid, kita dilarang membangun sesuatu diatas kuburan atau membuat kubah dan masjid, serta dilarang meninggikan (tanah kuburan) nya. 10. Diantara yang merusak tauhid adalah sihir, mendatangi tukang sihir, dukun, ahli nujum dan sebagainya. Jadi tukang sihir itu adalah orang yang kafir, tidak boleh mendatangi, bertanya dan membenarkannya, walaupun mereka mengaku sebagai wali, syaikh dan sebagainya 11. Termasuk yang membatalkan tauhid adalah Thiyarah yaitu perasaan pesimis (karena melihat suatu jenis burung tertentu) kepada hari, bulan, atau orang tertentu. Ini semua dilarang, karena Thiyarah adalah sesuatu yang dilarang, sebagaimana disebutkan di dalam salah satu hadits. 12. Termasuk yang merusak tauhid adalah mengandalkan dan bergantung kepada-sesuatu-sebab (perantara) seperti dokter, pengobatan, jabatan, dan sebagainya dan tidak bertawakkal kepada Allah SWT. Dan yang diperintahkan adalah mencari perantara itu seperti mencari penyembuhan dan rejeki tetapi dengan tetap menggantungkan hati (tawakkal) kepada Allah SWT semata, tidak kepada perantara tersebut. 13. Termasuk yang menafikkan tauhid adalah ilmu nujum atau memanfaatkan bintang pada sesuatu yang tidak diciptakan untuk itu. Maka kita dilarang untuk menggunakan bintang untuk mengetahui atau meramal kejadian yang akan datang dan hal-hal ghaib, karena ini semua dilarang. 14. Termasuk pula meminta hujan berdasarkan musim, bintang dan benda langit lainnya dengan keyakinan bahwa bintang-bintang itulah yang menurunkan atau menahan hujan, akan tetapi yang menurunkan dan menahan turunnya hujan adalah Allah SWT, maka katakanlah, Hujan itu diturunkan kepada kami karena keutamaan (karunia) dan rahmat Allah. 15. Di antara yang membatalkan tauhid adalah memalingkan suatu ibadah kepada selain Allah, seperti memalingkan perasaan cinta yang tulus atau rasa takut kepada makhluk-makhluk. 16. Termasuk yang menghapuskan Tauhid adalah perasaan aman dari tipu daya dan adzab Allah serta berputus asa dari rahmat-Nya. Maka janganlah merasa aman dari tipu daya Allah dan jangan berputus asa dari rahmat-Nya, tetapi hendaklah berada di antara perasaan takut dan harapan. 17. Termasuk yang membatalkan tauhid adalah tidak sabar terhadap takdir-takdir Allah, mengeluh dan menentang takdir, seperti mengatakan: Ya Allah, Mengapa engkau melakukan ini terhadapku, atau terhadap si Fulan. atau mengucapkan: Mengapa Engkau melakukan ini semua, ya Allah. dan termasuk dalam jenis ini adalah meratap, merobek kantong dan memotong-motong rambut (karena perasaan sedih yang berlebih-lebihan). 18. Termasuk pula adalah riya' dan sum'ah (ingin memperdengarkan kebaikannya) dimana seseorang melakukan kebaikan karena dunia. 19. Di antara yang menafikkan tauhid adalah mematuhi para ulama, pemimpin dan sebagainya dalam menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, karena taat kepada mereka dalam hal ini termasuk perbuatan syirik. 20. Termasuk yang membatalkan tauhid adalah ucapan: Apa yang Allah dan engkau kehendaki. atau ucapan: Seandainya bukan karena Allah dan si Fulan. atau ucapan: Saya bertawakkal kepada Allah dan kepada si Fulan. Hendaklah menggunakan kata kemudian dalam ungkapan-ungkapan tersebut di atas, berdasarkan perintah Rasulullah SAW bahwa ketika mereka ingin bersumpah hendaklah mengatakan: Demi Tuhan Ka'bah dan mengatakan: Apa yang dikehendaki Allah kemudian apa yang engkau kehendaki. [H.R Nasai] 21. Termasuk perbuatan yang merusak Tauhid adalah mencaci maki tahun, waktu, hari dan bulan. 22. Termasuk yang menafikan tauhid adalah menghina agama, rasul-rasul, Al-Qur'an dan Sunnah. Atau mengejek orang-orang shaleh dan ulama disebabkan oleh karena mereka mengamalkan sunnah dan menampakkannya kepada mereka seperti memelihara jenggot, memakai siwak, memendekkan pakaian hingga ke atas mata kaki dan lain-lain. 23. Termasuk pula penamaan Abdul Nabi, Abdul Ka'bah dan Abdul Husain. Ini semua dilarang karena mengandung makna penghambaan diri kepada selain Allah. Karena penghambaan diri hanya kepada Allah semata, seperti nama Abdullah dan Abdurrahman 24. Termasuk yang menafikan Tauhid adalah menggambar makhluk-makhluk yang memiliki roh lalu mengagungkan dan menggantungkan gambar tersebut di dinding, ruang tamu dan sebagainya 25. Diantara yang merusak Tauhid adalah meletakkan dan menggambar salib atau membiarkannya ada pada pakaian sebagai pengakuan. Hendaklah salib itu dipatahkan atau dibuang. 26. Diantara yang menafikan Tauhid adalah mengangkat orang-orang kafir dan munafiq sebagai pemimpin dengan mengagungkan dan memuliakan mereka atau memanggil mereka dengan sebutan sayyid (tuan), menyambut ataupun mencintai mereka. 27. Termasuk yang menafikan dan bertentangan dengan Tauhid adalah bertahkim (berhukum) kepada selain apa yang diturunkan oleh Allah serta mendudukkan undang-undang buatan manusia sejajar dengan hukum syariat Allah Yang Maha Bijaksana, atau melegalisir undang-undang manusia dalam hukum, atau menganggap undang-udang tersebut sama atau bahkan lebih baik dari hukum syariat dan lebih cocok dengan zaman, dan seseorang yang meridhai itu termasuk dalam jenis ini. 28. Termasuk yang membatalkan Tauhid adalah bersumpah dengan selain Allah, seperti bersumpah dengan nabi amanah dan semacamnya. Nabi saw bersabda: Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka sungguh ia telah kafir atau musyrik [H.R. Tirmidzi dan dihasankannya] Para pembaca! Sebagaimana kita wajib mengamalkan Tauhid dan berhati-hati dari segala hal yang bertentangan dan membatalkannya, maka kita juga harus selalu berjalan diatas jalan Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang dikenal dengan sebutan Al-Firqatun Najiyah (golongan yang selamat) yaitu jalan orang-orang salaf (dulu) umat ini seperti para sahabat dan yang datang sesudah mereka dalam segala aspek aqidah dan akhlak. Dan sebagaimana Ahlus Sunnah memiliki manhaj (jalan hidup) dalam hal aqidah pada masalah nama-nama dan sifat-sifat Allah dan sebagainya, maka demikian pula mereka memiliki manhaj dalam hal tingkah laku, akhlak, muamalah, ibadah, dan dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Oleh karena itu ketika Rasulullah saw menyebutkan bahwa umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan: Semua di neraka kecuali satu, Beliau ditanya: Siapa mereka? Lalu Beliau menjawab: Mereka adalah seperti apa yang aku dan para sahabatku jalani sekarang. Beliau tidak mengatakan: Mereka yang mengatakan dan melakukan ini dan itu... saja Tetapi mereka yang mengikuti dan menjalani manhaj Rasulullah saw dan para sahabatnya dalam berbagai hal.
2.9. Korelasi tauhid dengan
Ikhlas Beribadah
Allah menciptakan kita tidaklah
untuk dibiarkan begitu saja. Tidaklah kita diciptakan hanya untuk makan dan
minum atau hidup bebas gembira semata. Akan tetapi, ada tujuan yang mulia dan
penuh hikmah dibalik itu semua yaitu melakukan ibadah kepada sang maha
pencipta, mendapat ridlo dari-NYA dan pada akhirnya mendapat keselamatan di
dunia dan akhirat serta kembali ke sisi Allah dengan diakui sebagai “hambanya” Irji’i
Ila Robbiki Rodliyatan Mardliyah Fadkhuli Fi Ibadi Wadkhuli Jannati .
Ibadah ini bisa diterima hanya dengan adanya tauhid di dalamnya. Sehingga jika
terdapat noda-noda syirik, maka batallah amal ibadah tersebut.
Lalu yang menjadi pertanyaan
sekarang kenapa iman itu menjadi pondasi dari seluruh ibadah yang dikerjakan
oleh manusia baik ibadah yang dimensinya mahdloh dan ghiru mahdloh
?. Kemudian Aqidah seperti apa yang diajarkan oleh para nabi-nabi terdahulu
hingga pada masa kepemimpinan rasulullah SAW. Dan sebenarnya apa arti dari kita
beribadah kepada tuhan itu sendiri. Disinilah mungkin letak pembahasan yang
akan diusung oleh kelompok kami, karena dirasa hal ini penting bagi kita untuk
diketahui mengingat arus globalisasi dan modernisasi yang semakin mendunia,
sehingga doktrin tentang aqidah pun perlu ada pengonsepan secara konprehensif
agar Islam bisa diterima oleh seluruh penghuni dunia dan inilah yang dimaksud
oleh pemakalah sebagai Islam Rohmatan Lil ‘Alamin dan misi nabi Wama
Arsalnaka Illa Rohmatan Lil “alamin.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya ajaran
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam adalah beribadah kepada Allah secara ikhlas dalam
melaksanakan ibdah kepada-Nya. Allah berfirman yang artinya “ Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.(Adz-Dzariyaat
1:56).
Perlu diketahui bahwa ibadah tidak
akan pernah disebut ibadah kecuali dengan didasari rasa iman kepada Allah,
sebagaimana sholat, tidaklah disebut sholat kecuali diserati dengan bersuci.
Bila ibadah dicampuri rasa syirik maka rusaklah ibadah itu, sebagaimana bila
sholat jika diserati dengan Hadats.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah
dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Tauhid sangatlah penting
2. Ummat muslim harus memahami tauhid dengan beanar 3. Tauhid tidak hanya dipelajari tapi diaplikasikan.
3.2. Saran
Setelah pembahasan makalah
ini, diharapkan Mahasiswa pada khususnya dan Umat Islam pada umumnya dapat
memahami Tauhid, sehingga dapat mengenal Allah SWT serta dapat mengamalkannya
dengan ibadah dan pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan mengenal Allah SWT
sebagai Tuhan yang esa dan yang patut disembah, kita akan terhindar dari
perbuatan syirik.
Mudah-mudahan kita termasuk
orang-orang yang dilindungi Allah SWT dari perbuatan syirik yang mengantar kita
ke neraka jahannam. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Muhammad bin Abdullah At Tuwaijry, Tauhid, keutamaan dan macam-macamnya,
(www.islamhouse.com, 2007)
2.
Muhammad bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid,
(http://www.scribd.com/doc/10055486/Kitab-Tauhid, Yayasan Al-Sofwa, 2007)
3.
Maktabah Abu Syeikha Bin Imam Al Magety, Rahasia di balik kalimat Tauhid dalam
ayat-ayat Al Quran,
(http://www.4shared.com/file/41066124/ed75e1eb/RAHASIA_KALIMAT_TAUHID.html?s=1,
2008)
4. Syaikh
Muhammad At-Tamimi, Dasar-dasar Memahami Tauhid, (www.perpustakaan-islam.com,
Islamic Digital Library, 2001)
5. Syeikh At-Thahawi, Aqidah
At-Thahawiyyah. (E-Book)
6. Syeikh Abdul Wahhab,
Kitabu At-Tauhid. (E-Book)
|
|
0 komentar:
Posting Komentar