MOHAMAD NASIR BIN MAJID
(TOK FAQIR AN-NASIRIN)
TENANGKAN HATIMU DARI URUSAN KEHENDAK KARENA APA YANG DIATUR
OLEH SELAIN-MU TENTANG URUSAN DIRIMU, TIDAK PERLU ENGKAU CAMPUR TANGAN.
Kita bertauhid melalui dua cara, pertama bertauhid dengan
akal dan keduanya bertauhid dengan hati. Bidang akal ialah ilmu dan liputan
ilmu sangat luas, bermulai dari pokok kepada dahan-dahan dan seterusnya kepada
ranting-ranting. Setiap ranting ada hujungnya, yaitu penyeleaiannya. Ilmu
bersepakat pada perkara pokok, bertolak unsur pada cabangnya dan berselisih
pada rantingnya atau penyelesaiannya. Jawaban kepada sesuatu masalah selalunya
berubah-ubah menurut pendapat baru yang ditemui. Apa yang dianggap benar pada
mulainya dipersalahkan pada akhirnya. Oleh sebab sifat ilmu yang demikian orang
awam yang berlarutan membahas tentang sesuatu perkara boleh mengalami
kekeliruan dan kekacauan
fikiran. Salah satu perkara yang mudah mengganggu
fikiran ialah soal takdir atau Qada dan Qadar. Jika persoalan ini diperbahaskan
hingga kepada yang halus-halus seseorang akan menemui kebuntuan karena ilmu
tidak mampu mengadakan jawaban yang konkrit. Qada dan Qadar diimani dengan
hati. Tugas ilmu ialah membuktikan kebenaran apa yang diimani. Jika ilmu
bartindak menggoyangkan keimanan maka ilmu itu harus disekat dan hati dibawa
kepada tunduk dengan iman. Kalam Hikmat keempat di atas membimbing ke arah itu
agar iman tidak dicampur dengan keraguan.
Selama nafsu dan akal menjadi hijab, beriman kepada perkara
ghaib dan menyerah diri secara menyeluruh tidak akan dicapai. Qada dan Qadar
termasuk dalam perkara ghaib. Perkara ghaib disaksikan dengan mata hati atau
basirah. Mata hati tidak dapat memandang jika hati dibungkus oleh hijab nafsu.
Nafsu adalah kegelapan, bukan kegelapan yang zahir tetapi kegelapan dalam keghaiban.
Kegelapan nafsu itu menghijab sedangkan mata hati memerlukan cahaya ghaib untuk
melihat perkara ghaib. Cahaya ghaib yang menerangi alam ghaib adalah cahaya roh
karena roh adalah urusan Allah s.w.t. Cahaya atau nur hanya bersinar apabila
sesuatu itu ada perkaitan dengan Allah s.w.t.
Allah adalah cahaya bagi semua langit dan bumi. ( Ayat 35 :
Surah an-Nur )
Dialah Yang Maha Tinggi derajat kebesaran-Nya, yang
mempunyai Arasy (yang melambangkan keagungan dan kekuasaan-Nya); Ia memberikan
wahyu darihal perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya (yang telah dipilih menjadi Rasul-Nya), supaya Ia memberi
amaran (kepada manusia) tentang hari pertemuan, - ( Ayat 15 : Surah al-Mu’min )
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (wahai Muhammad) –
Al-Quran sebagai roh (yang menghidupkan hati) dengan perintah Kami; engkau
tidak pernah mengetahui (sebelum diwahyukan kepadamu); apakah Kitab (Al-Quran)
itu dan tidak juga mengetahui apakah iman itu; akan tetapi Kami jadikan
Al-Quran: cahaya yang menerangi, Kami beri petunjuk dengannya siapa yang Kami
kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau (wahai Muhammad)
adalah memberi petunjuk dengan Al-Quran itu ke jalan yang lurus, - Yaitu jalan
Allah yang memiliki dan menguasai yang ada di langit dan yang ada di bumi.
Kepada Allah jualah kembali segala urusan. ( Ayat 52 & 53 : Surah asy-Syura
)
Apabila cahaya roh berjaya menujuu kegelapan nafsu, mata
hati akan menyaksikan yang ghaib. Penyaksian mata hati membawa hati beriman
kepada perkara ghaib dengan sebenar-benarnya.
Allah s.w.t telah menghamparkan jalan yang lurus kepada
hamba-hamba-Nya yang beriman. Dia berfirman:
Pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu,
dan Aku cukupkan nikmat-Ku kepada kamu, dan Aku telah ridokan Islam itu menjadi
agama untuk kamu. ( Ayat 3 : Surah al-Maa’idah )
Umat Islam adalah umat yang paling bertuah karena Allah
s.w.t telah menyempurnakan nikmat-Nya ke atas mereka dengan mengurniakan Islam.
Allah s.w.t menjamin juga bahwa Dia rido menerima Islam sebagai agama mereka.
Jaminan Allah s.w.t itu sudah cukup bagi mereka yang menuntut keridoan Allah
s.w.t untuk tidak menoleh ke kiri atau ke kanan, sebaliknya terus berjalan
mengikut landasan yang telah dibina oleh Islam. Islam adalah perlembagaan yang
lengkap mencakupi semua aspek kehidupan baik yang zahir maupun yang batin.
Islam telah menjelaskan apa yang mesti dibuat, apa yang mesti tidak dibuat,
bagaimana mau bartindak menghadapi sesuatu dan bagaimana jika tidak mau
melakukan apa-apa. Segala peraturan dan kod etika sudah dijelaskan dari perkara
yang paling kecil hingga kepada yang paling besar. Sudah dijelaskan cara
beribadat, cara berhubungan sesama manusia, cara membagikan harta pusaka, cara
mencari dan membelanjakan harta, cara makan, cara minum, cara berjalan, cara
mandi, cara memasuki jamban, cara hukum qisas cara melakukan hubungan kelamin,
cara menyempurnakan mayat dan semua aspek kehidupan diterangkan dengan jelas.
Umat Islam tidak perlu bertengkar tentang penyelesaian
terhadap sesuatu masalah. Segala penyelesaian telah dibentangkan, hanya
tegakkan iman dan rujuk kepada Islam itu sendiri niscaya segala pertanyaan akan
terjawab. Begitulah besarnya nikmat yang dikurniakan kepada umat Islam. Kita
perlulah menjiwai Islam untuk merasai nikmat yang dikurniakan itu. Kewajiban
kita ialah melakukan apa yang telah Allah s.w.t aturkan sementara hak mengatur
atau menkehendak adalah hak Allah s.w.t yang mutlak. Jika terdapat peraturan
Allah s.w.t yang tidak dipersetujui oleh nafsu kita, jangan pula melentur
peraturan tersebut atau membuat peraturan baru, sebaliknya nafsu hendaklah
ditekan supaya tunduk kepada peraturan Allah s.w.t. Jika pendapat akal sesuai
dengan Islam maka yakinilah akan kebenaran pendapat tersebut, dan jika penemuan
akal bercanggah dengan Islam maka akuilah bahwa akal telah tersilap di dalam
perkiraannya. Jangan memaksa Islam supaya tunduk kepada akal semasa yang akan
berubah pada masa yang lain, tetapi tundukkan akal kepada apa yang Tuhan kata
yang kebenarannya tidak akan berubah sampai bila-bila.
Orang yang mengamalkan tuntutan Islam disertai dengan
beriman kepada Qada dan Qadar, jiwanya akan senantiasa tenang dan damai.
Putaran roda kehidupan tidak membolak-balikkan hatinya karena dia melihat apa
yang berlaku adalah menurut apa yang mesti berlaku. Dia pula mengamalkan kodrat
yang terbaik dan dijamin oleh Allah s.w.t. Hatinya tunduk kepada hakikat bahwa
Allah s.w.t yang menkehendak sementara sekalian hamba berkewajiban taat
kepada-Nya, tidak perlu masuk campur dalam urusan-Nya.
Mungkin timbul pertanyaan apakah orang Islam tidak boleh
menggunakan akal fikiran, tidak boleh menkehendak kehidupannya dan tidak boleh
berusaha membaiki kehidupannya? Apakah orang Islam mesti menyerah bulat-bulat
kepada takdir tanpa kehendak?
Allah s.w.t menceritakan tentang kehendak orang yang
beriman:
Maka Yusuf pun mulaiilah memeriksa tempat-tempat barang
mereka, sebelum memeriksa tempat barang saudara kandungnya (Bunyamin), kemudian
ia mengeluarkan benda yang hilang itu dari tempat simpanan barang saudara
kandungnya. Demikianlah Kami jayakan rancangan untuk (menyampaikan hajat)
Yusuf. Tidaklah ia akan dapat mengambil saudara kandungnya menurut
undang-undang raja, kecuali jika dikehendaki oleh Allah. (Dengan ilmu
pengetahuan), Kami tinggikan pangkat kedudukan siapa yang Kami kehendaki; dan
tiap-tiap yang berilmu pengetahuan, ada lagi di atasnya yang lebih mengetahui.
(Ayat 76 : Surah Yusuf )
Dan kepunyaan-Nya jualah kapal-kapal yang berlayar di lautan
laksana gunung-gunung. (Ayat 24 : Surah ar-Rahmaan )
Nabi Yusuf a.s, dengan kepandaiannya, mengadakan muslihat
untuk membawa saudaranya, Bunyamin, tinggal dengannya. Kepandaian dan muslihat
yang pada zahirnya diatur oleh Nabi Yusuf a.s tetapi dengan tegas Allah s.w.t
mengatakan Dia yang mengatur muslihat tersebut dengan kehendak dan
kebijaksanaan-Nya. Kapal yang pada zahirnya dibina oleh manusia tetapi dengan
tegas Allah s.w.t mengatakan kapal itu adalah kepunyaan-Nya. Ayat-ayat di atas
memberi pengajaran mengenai kehendak yang dilakukan oleh manusia.
Rasulullah s.a.w sendiri menganjurkan agar pengikut-pengikut
baginda s.a.w menkehendak kehidupan mereka. Kehendak yang disarankan oleh
Rasulullah s.a.w ialah kehendak yang tidak memutuskan hubungan dengan Allah
s.w.t, tidak bergerak dari tawakal dan penyerahan kepada Tuhan yang mengatur
penkehendakan dan perlaksanaan. Janganlah seseorang menyangka apabila dia
menggunakan otaknya untuk berfikir maka otak itu berfungsi dengan sendiri tanpa
kehendak Ilahi. Dari mana datangnya ilham yang diperolehi oleh otak itu jika
tidak dari Tuhan? Allah s.w.t yang membuat otak, membuatnya berfungsi dan Dia
juga yang mendatangkan buah fikiran kepada otak itu. Kehendak yang dianjurkan
oleh Rasulullah s.a.w ialah kehendak yang sesuai dengan al-Quran dan as-Sunah.
Islam hendaklah dijadikan penapis untuk mengasingkan pendapat dan tindakan yang
benar dari yang salah. Islam menegaskan bahwa sekiranya tidak karena daya dan
upaya dari Allah s.w.t, pasti tidak ada apa yang dapat dilakukan oleh siapa
pun. Oleh yang demikian seseorang mestilah menggunakan daya dan upaya yang
dikurniakan Allah s.w.t kepadanya menurut keridoan Allah s.w.t. Seseorang hamba
Allah s.w.t tidak sepatutnya melepaskan diri dari penyerahan kepada Allah Yang
Maha Mengatur. Apabila apa yang diaturkannya berjaya menjadi kenyataan maka dia
akui bahwa kejayaan itu adalah karena persesuaian aturannya dengan aturan Allah
s.w.t. Jika apa yang diaturkannya tidak menjadi, diakuinya bahwa aturannya
wajib tunduk kepada aturan Allah s.w.t dan tidak menjadi itu juga termasuk di
dalam kehendak Allah s.w.t. Hanya Allah s.w.t yang berhak untuk menentukan.
Allah s.w.t Berdiri Dengan Sendiri, tidak ada siapa yang mampu campur tangan
dalam urusan-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar