Oleh : Multazam Zakaria
Mahasiswa STEI SEBI Prodi Manajemen Perbankan Syariah Semester I
Sebuah
Pengantar
Peran penting
pemuda telah tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang dimulai
dari pergerakan Budi Utomo tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, proklamasi
kemerdekaan tahun 1945, pergerakan pemuda, pelajar, dan mahasiswa tahun 1966,
sampai dengan pergerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang meruntuhkan kekuasaan
Orde Baru selama 32 tahun sekaligus membawa bangsa Indonesia memasuki masa
reformasi. Fakta historis ini menjadi salah satu bukti bahwa pemuda selama ini
mampu berperan aktif sebagai pionir dalam proses perjuangan, pembaruan, dan
pembangunan bangsa. Wajarlah bila Founding Father Soekarno pernah
berkata, “Datangkan kepadaku sepuluh pemuda, maka dengan mereka akan
kuguncangkan dunia”. Ditangan pemudalah terletak permasalahan ummat, dan di
kaki merekalah kehidupan ummat ini ditentukan. “Ketika aku menghadapi
masalah-masalah besar, maka yang kupanggil adalah anak-anak muda.” Begitulah
Khalifah Umar bin Khattab menuturkan.
Namun sugguh disayangkan, dibalik semua tinta
emas itu, kita juga tidak bisa menutup mata dengan kondisi pemuda saat ini. Direktur Penindakan dan Pengejaran Narkoba Badan Narkotika
Nasional, Benny Joshua Mamoto, mengatakan jumlah pengguna narkoba di Tanah Air
mencapai 3,8 juta orang. Data ini dihimpun berdasar penelitian BNN dengan
Universitas Indonesia tahun 2011. Jumlah
ini setara dengan 2,2 persen penduduk Indonesia. Kebanyakan pengguna adalah
kaum profesional muda. "Sebagian besar pengguna dari kalangan anak-anak
muda yang sudah mulai bekerja," ujar Benny, Kamis 15 Maret 2012. Tidak
hanya itu, problematika
yang terjadi pada pemuda masa kini sangatlah kompleks, mulai dari masalah
pengangguran, krisis eksistensi, krisis mental hingga masalah dekadensi moral.
Budaya permisif dan pragmatisme yang kian hari kian subur membuat sebagian
pemuda terjebak dalam kehidupan yang serba instant, hedonis, dan terlepas dari
idealisme sehingga cenderung menjadi manusia yang anti sosial. Semua problematika
ini telah membungkam frame of thinking (kerangka berpikir) generasi
muda., dan selanjutnya menggiring ke dalam culture of banality (budaya
kedangkalan). Siapa lagi yang akan meneruskan perjuangan bangsa ini melainkan
pemuda-pemuda masa kini.
Mengingat
problematika yang terjadi pada kaum muda saat ini yang bertumpu pada
permasalahan sosial dan ekonomi, maka dipandang perlu agar semua pihak
berkontribusi dalam menentaskan problematika-problematika itu dari segala
bidang tak kerkecuali peran lembaga sosial kepemudaan. Hemat saya, Social
Entrepreneurship merupakan salah satu solusi bagi problematika ini.
Kisah
Nyata
Sebagai
contoh nyata, kita tidak perlu menulis-nulis ulang kembali Dr. Muhammad Yusuf yang
menerima Nobel Perdamaian 2006 sebagai social entrepreneur yang sukses
dan berhasil menurunkan angka kemiskinan yang sangat signifikan di Banglades.
Nampaknya tempat beliau terlalu jauh dengan kita, dan saya tidak ingin kita menghabiskan
waktu hanya untuk mengkhayal-khayalkan itu. Tapi saya akan mengajak kita untuk
melihat seorang sosial entrepreneur yang ada di Negara kita ini.
Berawal pada tahun 1998, ketika Indonesia
memulai proses reformasi, terdapat 49,5 juta jiwa penduduk Indonesia yang
miskin. Jutaan karyawan menerima PHK, tak terkecuali seorang pria kreatif yang
menjelma menjadi seorang social entrepreneur dan mendirikan komunitas
Lumintu (Lumayan Itung-Itung Sebelum Tutup Usia).
Lumintu merupakan industri rumah tangga kreasi
anyaman sampah industri dan rumah tangga. Dirintis oleh Pak Slamet Riyadhi
sejak tahun 1998. Dikerjakan oleh ibu-ibu rumah tangga dan para lansia secara
pemberdayaan masyarakat. Jadi industri rumahan tersebut memanfaatkan
sampah-sampah yang ada untuk kemudian dibuat menjadi barang yang bernilai dan
bisa digunakan kembali. Bapak yang berpenampilan sederhana itu menjelaskan
panjang lebar kepada kami seputar Social Entrepreneurship yang digelutinya,
“Orang kita (Indonesia) itu ga tertarik sama yang begini-beginian. Mereka
pikir buat apa beli barang rongsokan begini, Tapi kalau sama orang luar mereka
malah memuji kami. Kami mengirim 200 produk setiap bulan ke Belanda.” Tuturnya.
“kreativitas mengubah nuansa pasar.” Lanjutnya. Beliau juga menjelaskan
bahwa sebagian dari produk Lumintu merupakan karya anak-anak muda.
*Reportase hasil studi banding UKM Komunitas
Lumintu oleh mahasiswa penerima beasiswa Enterepreneur Muda ZIS Indosat, 19
Oktober 2012.
Sebuah Definisi
Social
Entrepreneurship merupakan sebuah istilah turunan dari
kewirausahaan. Gabungan dari dua kata, social yang artinya
kemasyarakatan, dan entrepreneurship yang artinya kewirausahaan. Pengertian
sederhana dari Social Entrepreneur adalah seseorang yang mengerti
permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan entrepreneurship untuk
melakukan perubahan sosial (social change), terutama meliputi bidang
kesejahteraan (welfare), pendidikan dan kesehatan (healthcare) (Santosa,
2007). Sesungguhnya Social Entrepreneurship sudah dikenal ratusan
tahun yang lalu diawali antara lain oleh Florence Nightingale (pendiri sekolah
perawat pertama)dan Robert Owen (pendiri koperasi). Pengertian Social
Entrepreneurship sendiri berkembang sejak tahun 1980 –an yang diawali oleh
para tokoh-tokoh seperti Rosabeth Moss Kanter, Bill Drayton, Charles Leadbeater
dan Profesor Daniel Bell dari Universitas Harvard yang sukses dalam kegiatan Social
Entrepreneurship karena sejak tahun 1980 berhasil membentuk 60 organisasi
yang tersebar di seluruh dunia. Social Entrepreneurship mencoba melayani
pasar yang belum digarap, menghilangkan kesenjangan dalam kesejahteraan,
pendidikan, kesehatan, demografis dan peluang bekerja (Elkington, 2008).
Social
Entrepreneurship tersusun atas dasar 3 aspek, Voluntary
Sector bersifat suka rela, Public Sector menyangkut kepentingan
publik bersama, Private Sector adalah unsur pribadi atau individual yang
bersangkutan, bisa termasuk unsur kepentingan profit.
Saatnya Kita Berkontribusi
Kondisi dan
perkembangan kewirausahaan (entrepreneurship) di Indonesia belum begitu
signifikan jika dibandingkan dengan negara lain. Pada tahun 2007 jumlah
wirausahawan di Amerika Serikat telah mencapai 11,5 persen wirausahawan,
Singapura 7,2 persen, sementara Indonesia baru memiliki 400.000 orang atau
hanya 0.18 persen dari total penduduk Indonesia. Padahal, Menurut Peter Drucker
diperlukan sekitar 2 persen wirausaha (inovatif) dari total jumlah penduduk
untuk menjadi negara maju. Kewirausahaan memiliki peran dalam pembangunan
ekonomi suatu bangsa yaitu sebagai pencipta kesempatan kerja baru, penghasilan
baru, inovasi baru, dan pembayar-pembayar pajak baru.
Sebagai
salah satu solusi untuk menentaskan masalah sosial kepemudaan, ada beberapa
langkah yang harus ditempuh untuk mengembangkan dan membangun social
entrepreneurship:
1.
Menyertakan
Pelajaran Kewirausahaan Sosial ke Dalam Kurikulum Pendidikan
Seiring dengan semakin sempitnya lapangan pekerjaan menuntut setiap
orang agar segera mendapatkan pekrjaan yang layak. Peran lembaga pendidikan
tidak bisa dipandang sebelah mata, sekolah-sekolah dan kampus-kampus harus
merubah asumsi yang telah melekat selama ini yaitu alumni siap kerja menjadi
alumni siap menciptakan lapangan kerja. Untuk menciptakan kesadaran bahwa
social entrepreneurship memiliki peran dan urgenitas dalam pembangunan ekonomi,
maka ia harus dijadikan sebuah mata pelajaran atau topik yang harus dipahami
dengan baik;
2.
Mendirikan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Berbasis
Kewirausahaan Sosial
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kewirausahaan Sosial
sepertinya perlu diadakan sebagai sentra pengembangan dan pembangunan social
entrepreneurship;
3.
Memberikan Dana Hibah untuk Pendirian dan Pengembangan
Bisnis Berbasis Kewirausahaan Sosial oleh Pemerintah atau Swasta
Peran serta pemerintah tentunya sangat penting untuk pembangunan
social entrepreneurship. Adapun salah satu yang bisa dilakukan adalah pemberian
dana hibah untuk mengembangkan social entrepreneurship. Semakin banyak dana
hibah yang disalurkan artinya akan semakin banyak social entrepreneur yang akan
mendapat tambahan modal, tentunya ini akan berdampak pada semakin majunya
bisnis sosial (social entrepreneurship). Selama ini dana hibah yang yang
diberikan oleh pemerintah maupun swasta untuk pengembangan bisnis secara umum
tanpa mempertimbangkan tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, pemberian dana
hibah dengan persyaratan tanggung jawab sosial haruslah mendapat perhatian
khusus, terus dilakukan dan diperbanyak untuk menambah lembaga-lembaga usaha
yang berbasih social entrepreneurship;
4.
Mempromosikan Kewirausahaan Sosial kepada UKM-UKM oleh
Pemerintah
Selain memberikan bantuan dana
hibah, hal yang juga perlu dilakukan pemerintah adalah mempromosikan social
entrepreneurship kepada UKM-UKM yang ada di Indonesia dan daerah. Ini merupakan
aktivitas pengenalan social entrepreneurship kepada UKM-UKM agar setiap UKM
mengetahui urgenitas dan manfaat social entreprenurship terhadap pembangunan
ekonomi;
5.
Memberikan Insentif Serta Penghargaan Bagi Perusahaan yang
Berkinerja Baik dalam Melaksanakan Tanggung Jawab Sosial
Kegiatan ini perlu dilakukan sebagai wujud kepedulian dan perhatian
kita terhadap perusahaan yang melaksanakan tanggung jawab sosial dengan baik.
Hal semcam ini dimaksudkan sebagai motivasi bagi perusahaan untuk lebih baik.
Sampailah kita pada sebuah
kesimpulan, yaitu problematika sosial kepemudaan yang sedang terjadi adalah
tanggung jawab semua pihak, tak terkecuali lembaga-lembaga sosial. Social
entrepreneur yang merupakan sebuah solusi haruslah mendapat perhatian khusus
upaya mengembangkannya dan membumikannya di Negara kita Indonesia.
Identitas Diri:
Nama :
Multazam
Nim :
41202078
Asal :
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, Depok.
Prodi :
Manajemen Perbankan Syariah
Angkatan :
2012
0 komentar:
Posting Komentar