Multazam
Zakaria
Ketika
kita menyadari bahwa hakikat hidup adalah penghambaan dan pengkhalifahan, dan
kemudian kita mampu emngaktualisakinnya, maka inilah ciri dari aktualisasi
keimanan. Penghambaan adalah bentuk ketaatan dan jalinan hubungan vertical
antara hamba dengan Tuhannya. Begitupula dengan pengkhalifahan, hakikatnya
adalah penghambaan atau pengabdian horizontal antara hamba dengan hamba.
Pangkhalifahan adalah bukti penghambaan diri kepada Tuhan yang diterjemahkan
dengan menebar kemanfaatan yang tidak mengenal ruang dan waktu. Inilah yang
sebenarnya ingin saya katakan, merupakan sebuah kebohongan besar bila ada yang
menggap diri telah berhasil melakukan penghambaan langit atau penghammbaan
vertical tanpa dibuktikan dengan penghambaan bumi, pengkhalifahan atas setiap
potensi, dan menebar kemanfaatan antar sesama.
Inilah
kata kunci sebenarnya, inilah yang dimaksudkan sabda Rasul saw yang mengatakan
sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.inilah
hakikat hidup sebenarnya, sinkronisasi penghambaan dengan kebermanfaatan
sebagai bukti kebenarannya. Ada kisah menarik yang ingin saya share di sini.
Dikisahkan seorang sahabat yang sangat rajin beribadah, sibuk membangun
bangunan penghambaan vertical dengan Rabbnya. Hingga iapun memilih untuk
menyendiri dan menikmati masa-masa penghambaan dan berduaan bersama Tuhannya.
Hingga batu tempatnya bersujud melekung bagai kolam kecil.
Terlalu khusu dia,
hingga iapun lupa akan tugas khalifah yang Allah berikan untuk setiap manusia.
Ia tidak peduli lagi dengan sekelilingnya, ia hanya sibuk beribadah dan lupa
menyeru dan menevar kemnfaatan bagi orang-orang sekelilingnya.
Apa
yang terjadi? Seorang sahabat yang mengetahu itu melaporkan kepada Rasul saw,
lalu apa yang Rasul saw katakana? “ia bukan ahli surge” begitulah yang Beliau
ungkapkan. Dan memang beginilah hukum yang terjadi, penghambaan tidak akan
berarti tanpa adanya bukti pengkhalifahan dan menebar kebrmanfaatan kepada
sesama sebagai bukti penghambaan horizontal kita.
Inilah
rahasia dibalik mengapa kata amanu dalam al-Quran sering kali diikuti
oleh ‘amiluu ass-holihat. Karena amal sholih adalah aktualisasi dari
keimanan. Namun masalah sekarang bukan pada “mengapa?” Tapi pada “Bagaimana?”. Misalnya
mengapa amanu selalu dikuti kata kata ‘amiluu assholihat? Ada
pertanyaan yang lebih menggelitik dari pertanyaan ini. Pertanyaan tentang
paradigm dan persepsi, bagaimana kita menerjemahkah ‘amiluu al-sholihat ?
ini adalah pertanyaan yang harus kita jawab, karena sejak zaman nabi hingga
kini sering terjadi kesalahan fatal dalam menerjemahkan amal sholih.
Banayak
kita lihat kini, bahwa amal sholih dimaknai hanya penghambaan kepada Allah swt,
yang hanya berupa ‘ubudiyah seperti solat, puasa, baca al-Quran, dsb. Padahal kita hidup bukan hanya
untuk tugas itu, ada tugas besar yang sering kita lupakan ketika memaknai amal
sholih, tugas itu adalah tugas sebagai “khalifah bumi”. Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.(Qs.
Al-Baqoroh;30)" Allah telah mengamanahkan kita untuk mengkhalifahi,
memimpin dan mengatur dengan sebaik-baiknya. Maka jika kita menyadari betul
makna khalifah maka kita akan mampu menerjemahkan banyak hal sebagai amal
sholih.
Maka
proyek besar kita kini adalah bagaimana mengahdirkan kebermanfaatan yang
sebesar-besarnya kepada ummat. Karena bagi saya, tiada yang lebih melapangkan
diri selain member, dan berkontribusi untuk orang banyak.
Atas
dasar inilah, saya memberikan apresiasi dan dukungan penuh kepada Bapak
Fahrizal, salah seorang guru saya yang bekerja sebagai pembantu ummat. Membantu
remaja, orang tua, dosen, guru,
mahasiswa, dan lainnya untuk menemukan potensi apa yang Allah telah titipkan
kepada mereka, termasuk saya. Beberapa hari lalu saya bertemu beliau dan
mendengarkan ide-ide dan gagasan dahsyatnya. Dinatara sekian ide itu, yang kami
bicarakan adalah ide tentang “Remaja Indoesia Bermimpi”. Bagi saya pribadi, ide
ini adalah ide tentang pengabdian, ide tentang kebermafaatan, dan ide tentang
pengkhalifahan. Semoga niat baik beliau disampaikan oleh Allah swt, dan semoga
ide dahsyat ini segera terwujudkan. Amiin
‘Abdul
Faqiir,
Multazam
Zakaria
0 komentar:
Posting Komentar