Kecintaan kepada allah swt merupakan
maqom yang tertinggi dari segala maqom dan derajat. Cinta tidak mampu
didefinisikan yang lebih jelas daripada cinta itu sendiri, definisi hanya akan
menambah kesamaran . definisi itu dimaksudkan untuk ilmu, sedangkan cinta
adalah sebuah rasa yang dihimpunkan kepada hati para pencinta. Hanya rasa yang
mampu membuka rahasianya. Apapun yang dikatakan terhadapa cinta tidak lain
hanya menerangkan kesan cinta, mengibaratkan dampak serta memperjelas
sebab-
sebabnya, tapi bukan definisi dari cinta itu sendiri.
Ibnu addhibag rahimahullah berkata :”
Siapa saja yang merasakan cinta niscaya ia akan dikuasai oleh keadaan yang tak
tentu arah, yaitu suatu perkara yang tidak mungkin mampu diibaratkan. Sebagaimana
orang yang pernah mabuk, apabila ditanya tentang hakikat mabuk yang dialaminya
ia tak mungkin mengibaratkan keadaan tersebut karena keadaan itu telah
mengalahkan akalnya. Begitu pula dengan seseorang yang sedang mabuk cinta.
Seorang ulama yang bernama syeikh junaid pernah ditanya tentang cinta, lalu
menundukkan kepala bersama cucuran air mata lalu berkata : adalah cinta ketika
seseorang meninggalkan nafsunya, banyak mengingat-NYA, berdiri melaksanakan kewajiban kepada-Nya, dan
melihat dengan hati sanubari kepada-Nya. Hati terbakar dengan cahaya keagungan
ilahi dan minumannya jernih datang dari gelas cinta. Jika berkata-kata dia berkata-kata dengan
Allah, jika berbicara berbicara dari allah, jika bergerak geraknya dengan
perintah allah, jika diam maka bersama allah. Dia billah, lillah, dan ma’allah.
Dikisahkan seorang pemuda yang yang
lalai dari bersolawat kepada nabi saw, suatu malam ia bermimpi bertemu dengan
nabi saw. Lalu ia menanyai rasul saw “Ya Rasulullah, apakah engakau marah
kepadaku?” Rasul menjawab “tidak”. “Apakah kau tidak melihat siapa aku?”
Rasulpun menjawab “aku tidak mengenalmu”. “bagaimana engkau tidak mengenaliku,
padahal aku adalah laki-laki dari ummatmu, dan para ulama meriwayatkan bahwa
engkau mengenali ummatmu sebagamana ibu mengenali anaknya” Rasulpun menjawab
“mereka benar, akan tetapi engkau jarang mengingatku dengan bersholawat,
sedangkan aku mengenali ummat tergantung kadar sholawat mereka kepadaku”.
Jika engkau mencintai Allah maka ikutilah aku.. (QS. Ali Imran : 31)
Iamam Gozali dalam Ihya’nya mengatakan “Siapa yang mengaku
atas empat perkara tanpa empat perkara maka ia adalah pembohong. Siapa saja
yang mengaku cinta surga tapi tidak melakukan ketaatan maka ia adalah
pembohong. Dan siapa saja yang mengaku mencintai nabi saw tapi tidak mencintai
para ‘ulama dan orang fakir maka ia adalah pembohong. Dan siapa yang mengaku
takut dengan neraka tapi ia tidak meninggalkan maksiat maka ia adalah
pembohong. Dan siapa saja yang mengaku mencintai Allah tapi selalu mengeluh
dengan ujian yang diberikan-Nya maka ia adalah pembohong.”
Sayyidah Robi’ah Al-Adawiyyah
berkata, “Engkau maksiati Allah sementara telah engkau ungkapkan cinta
kepada-Nya, sungguh sayang ungkapanmu hanyalah rayuan belaka kepada-Nya, karena
jika memang cintamu benar adanya maka engakau akan tunduk pada-Nya, karena
pencinta tunduk pada yang dicinta.”
Dan tanda cinta itu adalah
mencintai apa yang dicintai oleh yang dicintai dan menjauhi apa yang tidak
disukainya.
Dikisahkan jama’ah mendatangi
kediaman Syeikh Assyibli, lalu beliau bertanya “Siapakah kalian?” merekapun
menjawab “kami adalah orang-orang yang mencintaimu”. Lalu beliaupun mengusir
mereka. “mengapa engkau usir kami wahai syeikh?” beliapun menjawab “kalian
mengaku mencintaiku, tapi mengapa kalian menghindar dari ujianku?”
Ali karromallahu wajhah berkata “siapa yang merindukan surge maka ia
akan bersegera melakukan kebaikan, dan siapa yang takut kepada neraka maka ia
akan menahan nafsunya.
Ibrohim Al-Khawwas pernah ditanya
tentang cinta, lalu menjawab “terkumpulnya segala keinginan, terbakarnya segala
sifat dan hajat, dan tenggelamnya diri pada laut pembuktian”
0 komentar:
Posting Komentar