Meracik Makna

“Apapun alasan yang ada, saya memang senang menulis dan saya akan memenuhi keinginan saya untuk tetap menulis. Jika apa yang saya tulis adalah sesuatu yang benar maka alhamdulillah, tetapi jiika tidak maka astagfirullah. (Hasan alBanna)

Jumat, 21 September 2012

Kecintaan kepada allah swt merupakan maqom yang tertinggi dari segala maqom dan derajat. Cinta tidak mampu didefinisikan yang lebih jelas daripada cinta itu sendiri, definisi hanya akan menambah kesamaran . definisi itu dimaksudkan untuk ilmu, sedangkan cinta adalah sebuah rasa yang dihimpunkan kepada hati para pencinta. Hanya rasa yang mampu membuka rahasianya. Apapun yang dikatakan terhadapa cinta tidak lain hanya menerangkan kesan cinta, mengibaratkan dampak serta memperjelas sebab-
sebabnya, tapi bukan definisi dari cinta itu sendiri.
Ibnu addhibag rahimahullah berkata :” Siapa saja yang merasakan cinta niscaya ia akan dikuasai oleh keadaan yang tak tentu arah, yaitu suatu perkara yang tidak mungkin mampu diibaratkan. Sebagaimana orang yang pernah mabuk, apabila ditanya tentang hakikat mabuk yang dialaminya ia tak mungkin mengibaratkan keadaan tersebut karena keadaan itu telah mengalahkan akalnya. Begitu pula dengan seseorang yang sedang mabuk cinta. Seorang ulama yang bernama syeikh junaid pernah ditanya tentang cinta, lalu menundukkan kepala bersama cucuran air mata lalu berkata : adalah cinta ketika seseorang meninggalkan nafsunya, banyak mengingat-NYA, berdiri  melaksanakan kewajiban kepada-Nya, dan melihat dengan hati sanubari kepada-Nya. Hati terbakar dengan cahaya keagungan ilahi dan minumannya jernih datang dari gelas cinta.  Jika berkata-kata dia berkata-kata dengan Allah, jika berbicara berbicara dari allah, jika bergerak geraknya dengan perintah allah, jika diam maka bersama allah. Dia billah, lillah, dan ma’allah.
Dikisahkan seorang pemuda yang yang lalai dari bersolawat kepada nabi saw, suatu malam ia bermimpi bertemu dengan nabi saw. Lalu ia menanyai rasul saw “Ya Rasulullah, apakah engakau marah kepadaku?” Rasul menjawab “tidak”. “Apakah kau tidak melihat siapa aku?” Rasulpun menjawab “aku tidak mengenalmu”. “bagaimana engkau tidak mengenaliku, padahal aku adalah laki-laki dari ummatmu, dan para ulama meriwayatkan bahwa engkau mengenali ummatmu sebagamana ibu mengenali anaknya” Rasulpun menjawab “mereka benar, akan tetapi engkau jarang mengingatku dengan bersholawat, sedangkan aku mengenali ummat tergantung kadar sholawat mereka kepadaku”.
Jika engkau mencintai Allah maka ikutilah aku.. (QS. Ali Imran : 31)
Iamam Gozali dalam Ihya’nya mengatakan “Siapa yang mengaku atas empat perkara tanpa empat perkara maka ia adalah pembohong. Siapa saja yang mengaku cinta surga tapi tidak melakukan ketaatan maka ia adalah pembohong. Dan siapa saja yang mengaku mencintai nabi saw tapi tidak mencintai para ‘ulama dan orang fakir maka ia adalah pembohong. Dan siapa yang mengaku takut dengan neraka tapi ia tidak meninggalkan maksiat maka ia adalah pembohong. Dan siapa saja yang mengaku mencintai Allah tapi selalu mengeluh dengan ujian yang diberikan-Nya maka ia adalah pembohong.”
Sayyidah Robi’ah Al-Adawiyyah berkata, “Engkau maksiati Allah sementara telah engkau ungkapkan cinta kepada-Nya, sungguh sayang ungkapanmu hanyalah rayuan belaka kepada-Nya, karena jika memang cintamu benar adanya maka engakau akan tunduk pada-Nya, karena pencinta tunduk pada yang dicinta.”
Dan tanda cinta itu adalah mencintai apa yang dicintai oleh yang dicintai dan menjauhi apa yang tidak disukainya.
Dikisahkan jama’ah mendatangi kediaman Syeikh Assyibli, lalu beliau bertanya “Siapakah kalian?” merekapun menjawab “kami adalah orang-orang yang mencintaimu”. Lalu beliaupun mengusir mereka. “mengapa engkau usir kami wahai syeikh?” beliapun menjawab “kalian mengaku mencintaiku, tapi mengapa kalian menghindar dari ujianku?”
Ali karromallahu wajhah berkata “siapa yang merindukan surge maka ia akan bersegera melakukan kebaikan, dan siapa yang takut kepada neraka maka ia akan menahan nafsunya.
Ibrohim Al-Khawwas pernah ditanya tentang cinta, lalu menjawab “terkumpulnya segala keinginan, terbakarnya segala sifat dan hajat, dan tenggelamnya diri pada laut pembuktian”
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar