Dalam kitab al-Amwaal karangan Abu Ubaidah, diceritakan bahwa Khalifah Umar bin Khathab pernah berkata kepada pegawainya yang bertugas membagikan shadaqah: “Jika kamu memberikan, maka cukupkanlah”, selanjutnya berkata lagi: “Berilah mereka itu sedekah berulangkali sekalipun salah seorang diantara mereka memiliki seratus onta.” Beliau menerapkan politik ekonomi yang memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan primer rakyat. Beliau mengawinkan kaum Muslim yang tidak mampu; membayar hutang-hutang mereka, dan memberikan biaya kepada para petani agar mereka menanami tanahnya.
Kondisi politik seperti ini terus berlangsung hingga masa Daulah Umayah di bawah pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada saat itu rakyat sudah sampai pada taraf hidup dimana mereka tidak memerlukan bantuan harta lagi. Pada tahun kedua masa kepemimpinannya, Umar bin Abdul Aziz menerima kelebihan uang Baitul Mal secara berlimpah dari gubernur Irak. Beliau lalu mengirim surat kepada gubernur tersebut: “Telitilah, barang siapa berhutang, tidak berlebih-lebihan dan foya-foya, maka bayarlah hutangnya.” Kemudian gubernur itu mengirim jawaban kepada beliau: “Sesungguhnya aku telah melunasi hutang orang-orang yang mempunyai tanggungan hutang, sehingga tidak ada seorang pun di Irak yang masih mempunyai hutang, maka apa yang harus aku perbuat terhadap sisa harta ini?” Umar bin Abdul Aziz mengirimkan jawaban: “Lihatlah setiap jejaka yang belum menikah, sedangkan dia menginginkan menikah, kawinkanlah dia dan bayar mas kawinnya” Gubernur itu mengirimkan berita lagi bahwa dia sudah melaksanakan semua perintahnya, tetapi harta masih juga tersisa. Selanjutnya Umar bin Abdul Aziz mengirimkan surat lagi kepadanya: “Lihatlah orang-orang Ahlu adz-Dzimmah yang tidak mempunyai biaya untuk menanami tanahnya, berilah dia apa-apa yang dapat mensejahterakannya.” Dalam kesempatan lain, Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pegawainya untuk berseru setiap hari di kerumunan khalayak ramai, untuk mencukupi kebutuhannya masing-masing. “Wahai manusia! Adakah diantara kalian orang-orang yang miskin? Siapakah yang ingin kawin? Kemanakah anak-anak yatim?” Ternyata, tidak seorang pun datang memenuhi seruan tersebut.
Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup ini, tidak hanya diberikan kepada kaum Muslim, tetapi juga kepada orang non-Muslim. Dalam hal ini, orang-orang non-Muslim yang menjadi warga negara Daulah Khilafah, mempunyai hak yang sama dengan orang Muslim, tanpa ada perbedaan. Sebagai contoh, dalam aqad dzimmah yang ditulis oleh Khalid bin Walid untuk menduduk Hirah di Irak yang beragama Nasrani, disebutkan: “Saya tetapkan bagi mereka, orang yang lanjut usia yang sudah tidak mampu bekerja atau ditimpa suatu penyakit, atau tadinya kaya kemudian jatuh miskin, sehingga teman-temannya dan para penganut agamanya memberi sedekah; maka saya membebaskannya dari kewajiban membayar jizyah. Dan untuk selajutnya dia beserta keluarga yang menjadi tanggungannya, menjadi tanggungan Baitul Mal kaum Muslim.”[12] Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra.
Umar bin Khatab ra. pernah menjumpai seorang Yahudi tua yang sedang mengemis. Ketika ditanyakan kepadanya, ternyata usia tua dan kebutuhan telah mendesaknya untuk berbuat demikian. Umar segera membawanya kepada bendahara Baitul Mal dan memerintahkan agar detapkan bagi orang itu, dan orang-orang seperti dia, sejumlah uang dari Baitul Mal yang cukup baginya dan dapat memperbaiki keadaanya. Umar berkata: “Kita telah bertindak tidak adil terhadapnya, menerima pembayaran jizyah darinya kala dia masih muda, kemudian menelantarkannya kala dia sudah lajut usia.”
Demikianlah beberapa gambaran sejarah kaum Muslim, yang menunjukkan betapa Islam yang mereka terapkan ketika itu benar-benar membawa keberkahan dan kesejahteraan hidup. Bukan hanya bagi umat Muslim tapi juga bagi umat non-Muslim yang hidup di bawah naungan Islam.
Islam bukanlah agama ritual semata, melainkan sebuah ideologi. Sebagai sebuah ideologi yang shahih, tentu Islam memiliki cara-cara yang lengkap untuk mengatasi berbagai problematika manusia, termasuk problem kemiskinan. Dari pebahasan ini, tampak bagaimana kehandalan Islam dalam mengatasi problem kemiskinan. Apabila saat ini kita menyaksikan banyak kemiskinan yang justru melanda umat Islam, hal itu disebabkan karena mereka tidak hidup secara Islam. Sistem hidup selain Islam-lah (Kapitalis, Sosialis/Komunis) yang mereka terapkan saat ini, sehingga meskipun kekayaan alamnya melimpah, tetap saja hidup dalam kemiskinan. Allah SWT berfirman:
“Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Qs. Thahâ [20]: 124).
Jika demikian halnya, masihkah umat ini tetap rela hidup tanpa syariat Islam?
0 komentar:
Posting Komentar